SE Hate Speech, Dewan Pers: Dikritik dicaci itu resiko jadi pejabat publik, harus diterima


Sinyalemen gawat dilontarkan pengamat politik Ahmad Lubis, terkait Surat Edaran (SE) Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau hate speech.
Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, menyayangkan adanya surat edaran (SE) dari kepolisian yang berisi pelarangan penyebaran kebencian (hate speech).

Menurut mantan Ketua Mahkamah Agung ini, keberadaan SE tidak perlu, karena ukuran seseorang menyebarkan kebencian atau tidak sangat sulit diukur. Lagipula, aturan seperti itu dapat digunakan seseorang, sekelompok orang, dan terutama penguasa, untuk menekan dan memenjarakan orang secara mudah.

“Saya prihatin dengan adanya surat edaran. Surat itu memang isinya agar berhati-hati menyebarkan kebencian. Namun, surat itu tentu ada anak kalimatnya. Anak kalimatnya, adalah kalau menyebarkan kebencian berarti ada tindakannya. Ini, kan, bahaya,” kata Bagir dalam acara Silaturahmi Pers Nasional di gedung TVRI, Jakarta, Senin (2/11). Silaturahmi digelar sebagai persiapan menyambut Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh bulan Februari 2016.

Bagir menjelaskan pada zaman kolonial Belanda, pasal-pasal seperti larangan menyebarkan kebencian itu memang ada. Zaman itu, yang paling mendapat korban adalah lembaga pers. Pada saat itu, ada banyak lembaga pers ditutup karena dianggap menyebarkan kebencian.

Dia mempertanyakan apakah mau kembali ke zaman kolonial tersebut. Dia berpendapat tidak perlu, karena sekarang ini sudah zaman demokrasi. Setiap orang bebas berbicara.

“Kalau memang dia menyebarkan fitnah, ya tinggal diproses. Kan ada aturannya. Jangan orang menyatakan pendapat, lalu dipenjara. Kemana makna demokrasi kalau seperti itu,” tegasnya.

Bagir mengemukakan jika pejabat publik dikritik, dihujat dan dicaci maki, itu harus diterima. Alasannya kondisi itu sebagai risiko pejabat publik. Jangan menjadi pejabat publik kalau takut dikritik atau dicerca.

“Di media sosial sekalipun tidak masalah. Orang kritik, hujat dan sebagainya, ya risiko pejabat publik. Sejauh masalah kebijakan yang dikoreksi. Kalau ada fitnah, ya tinggal pakai saja aturan yang ada,” pungkasnya. [beritasatu]

Pada Nomor 2 huruf (f) SE itu, disebutkan bahwa “ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain:

1. Penghinaan,
2. Pencemaran nama baik,
3. Penistaan,
4. Perbuatan tidak menyenangkan,
5. Memprovokasi,
6. Menghasut,
7. Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial”.

Pada huruf (g) selanjutnya disebutkan bahwa ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:

1. Suku,
2. Agama,
3. Aliran keagamaan,
4. Keyakinan atau kepercayaan,
5. Ras,
6. Antargolongan,
7. Warna kulit,
8. Etnis,
9. Gender,
10. Kaum difabel,
11. Orientasi seksual.

Pada huruf (h) selanjutnya disebutkan bahwa “ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain:

1. Dalam orasi kegiatan kampanye,
2. Spanduk atau banner,
3. Jejaring media sosial,
4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi),
5. Ceramah keagamaan,
6. Media massa cetak atau elektronik,
7. Pamflet.


Share :

Facebook Twitter Google+
1 Komentar untuk "SE Hate Speech, Dewan Pers: Dikritik dicaci itu resiko jadi pejabat publik, harus diterima "

MYDRAKOR saatnya nonton film drama korea terbaru dan mudah diaplikasikan, lewat smartphone. Download sekarang juga secara gratis di GooglePlay, Film drama korea menjadi tidak akan tertinggal. MYDRAKOR

https://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main

https://www.inflixer.com/

Back To Top